Kemampuannya di bidang
akademi tidak didukung kemampuan keluarganya di bidang ekonomi. Meta
Andriyani, lulusan SMA 1 Kedungwaru, adalah peserta ujian nasional (UN)
2013 tingkat SMA dengan nilai tertinggi se-Kabupaten Tulung Agung, Jawa
Timur. Namun keterbatasan ekonomi keluarganya membuat Meta sulit
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Ia pun memilih
bekerja di toko pakan burung demi membantu perekonomian keluarganya.
Gadis penyuka matematika ini berhasil lulus UN dengan nilai 56,45, dan rata-rata 9,40. Nilai tertinggi diperolehnya untuk mata pelajaran matematika, yaitu 9,75. "Dari dulu sukanya menghitung, nggak suka hafalan," tuturnya. Sejak SD, prestasi akademik Meta memang terbilang cemerlang. Ia selalu menduduki peringat satu saat duduk di tingkat SD, dan selalu masuk peringkat 10 terbaik saat duduk di SMP dan SMA.
Usaha Meta untuk mengenyam pendidikan tinggi tanpa harus membayar musnah saat ia dinyatakan tidak lulus untuk program Bidikmisi dalam Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) 2013. Saat itu ia memilih Universitas Negeri Malang dengan jurusan pendidikan matematika. Gadis bertubuh kecil itu merasa jurusan pendidikan matematika cocok dengannya yang sangat menyukai matematika, juga sejalan dengan keinginan ibunya yang berharap ia bisa menjadi dosen.
Usai pengumuman SNMPTN tersebut Meta pun memilih bekerja di toko pakan burung dari siang hingga malam untuk menambah pemasukan orangtuanya. Meta mendapat upah sebesar 400 ribu rupiah per bulan. Ayahnya, Trimulyo, bekerja sebagai buruh bangunan dengan penghasilan tidak tetap. Sedangkan ibunya, Emi Supangatin, bekerja di pabrik konveksi. Sang ibu mendapat upah 10 ribu rupiah untuk setiap celana yang dijahitnya. Dengan kondisi perekonomian yang terbatas itu, Meta kerap menunggak uang sekolah selama beberapa bulan.
Orangtuanya sangat bangga dan senang dengan prestasi akademik Meta. Namun mereka juga sedih karena tidak mampu membuat Meta melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi. Saat ini sambil bekerja di toko pakan burung, Meta tetap belajar untuk persiapan mengikuti Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN). Ia mengaku sudah ada pihak yang membantunya untuk mendaftar sebagai peserta SBMPTN. Ia juga berharap ada bantuan lain jika ia berhasil lulus SBMPTN.
Harapannya terkabul. Prestasi dan kisah hidup Meta menjadikan ia sebagai salah satu penerima beasiswa dari Telkom sebesar 27 juta rupiah. Selain itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh juga memberikan apresiasi terhadap Meta. Ia diberi akses masuk perguruan tinggi negeri, yaitu di Institut Teknologi Sepuluh November (ITS), di Surabaya. Mendikbud M. Nuh yang mantan Rektor ITS itu berjanji akan mengkomunikasikan ke Rektor ITS untuk memasukkan Meta ke ITS dengan program Bidikmisi. Kini salah satu harapan Meta telah tercapai. Ia pun turut membahagiakan kedua orangtuanya. (DM/js)
Sumber: www.kemdiknas.go.id
Gadis penyuka matematika ini berhasil lulus UN dengan nilai 56,45, dan rata-rata 9,40. Nilai tertinggi diperolehnya untuk mata pelajaran matematika, yaitu 9,75. "Dari dulu sukanya menghitung, nggak suka hafalan," tuturnya. Sejak SD, prestasi akademik Meta memang terbilang cemerlang. Ia selalu menduduki peringat satu saat duduk di tingkat SD, dan selalu masuk peringkat 10 terbaik saat duduk di SMP dan SMA.
Usaha Meta untuk mengenyam pendidikan tinggi tanpa harus membayar musnah saat ia dinyatakan tidak lulus untuk program Bidikmisi dalam Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) 2013. Saat itu ia memilih Universitas Negeri Malang dengan jurusan pendidikan matematika. Gadis bertubuh kecil itu merasa jurusan pendidikan matematika cocok dengannya yang sangat menyukai matematika, juga sejalan dengan keinginan ibunya yang berharap ia bisa menjadi dosen.
Usai pengumuman SNMPTN tersebut Meta pun memilih bekerja di toko pakan burung dari siang hingga malam untuk menambah pemasukan orangtuanya. Meta mendapat upah sebesar 400 ribu rupiah per bulan. Ayahnya, Trimulyo, bekerja sebagai buruh bangunan dengan penghasilan tidak tetap. Sedangkan ibunya, Emi Supangatin, bekerja di pabrik konveksi. Sang ibu mendapat upah 10 ribu rupiah untuk setiap celana yang dijahitnya. Dengan kondisi perekonomian yang terbatas itu, Meta kerap menunggak uang sekolah selama beberapa bulan.
Orangtuanya sangat bangga dan senang dengan prestasi akademik Meta. Namun mereka juga sedih karena tidak mampu membuat Meta melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi. Saat ini sambil bekerja di toko pakan burung, Meta tetap belajar untuk persiapan mengikuti Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN). Ia mengaku sudah ada pihak yang membantunya untuk mendaftar sebagai peserta SBMPTN. Ia juga berharap ada bantuan lain jika ia berhasil lulus SBMPTN.
Harapannya terkabul. Prestasi dan kisah hidup Meta menjadikan ia sebagai salah satu penerima beasiswa dari Telkom sebesar 27 juta rupiah. Selain itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh juga memberikan apresiasi terhadap Meta. Ia diberi akses masuk perguruan tinggi negeri, yaitu di Institut Teknologi Sepuluh November (ITS), di Surabaya. Mendikbud M. Nuh yang mantan Rektor ITS itu berjanji akan mengkomunikasikan ke Rektor ITS untuk memasukkan Meta ke ITS dengan program Bidikmisi. Kini salah satu harapan Meta telah tercapai. Ia pun turut membahagiakan kedua orangtuanya. (DM/js)
Sumber: www.kemdiknas.go.id
0 komentar:
Posting Komentar